Aneka Beras

| UD Bintang Sebelas
Rasa beras yang enak ternyata belum tentu bergizi tinggi.
Orang Cina menyebutnya shi fan. Sedang orang Thailand, menyebutnya kin khao. Bagi Indonesia? Itulah beras. Sebagian besar orang Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Namun beras pun dikenal bangsa-bangsa lain di dunia selama berabad-abad. Mulai dari Tuki, Persia, Mediterania, hingga Pakistan dan India, sudah akrab dengan masakan dari beras. Bahkan di India, masakan dari beras disajikan untuk para maharaja, syah, kaisar, atau sultan.

Pulen atau pera?
Menurut Pengajar Departemen Ilmu dan Tekologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) DR Yadi Haryadi, saat ini ada banyak sekali jenis beras yang diproduksi di Indonesia.

” Namun, secara garis besar jenis beras yang ada dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu beras pera dan beras pulen,” tutur peraih gelar doktor dari Ecole Nationale Superieure Agronomique (ENSA) Montpellier, Prancis ini.
Menurut Yadi, beras pulen umumnya dihasilkan dari padi yang umur tanamnya lebih lama dibanding padi penghasil beras pera. Padi penghasil beras pulen seperti beras Cianjur, biasanya dipanen dengan cara dipotong tangkai atau malainya sehingga diperoleh padi gedeng.
Beras pulen contohnya seperti beras Cianjur, Rojo Lele, Bare Solok, dan sebagainya. Beras ini, kata Yadi, jika ditanak akan menghasilkan nasi yang butirannya saling menempel sehingga dapat dikepal. Ini terjadi karena kandungan amilosa-nya rendah, sementara kandungan amilopektin-nya lebih tinggi dibanding beras pera.
Sedangkan padi pera atau biasa juga disebut padi cere, dipanen dengan cara diarit batangnya kemudian langsung digabahkan. ”Ciri lainnya, beras pera kalau ditanak butiran nasinya tidak lengket satu sama lain. Hal ini karena kandungan amilosanya tinggi,” imbuh pria kelahiran Cinjur, Jawa barat ini.
Yadi menambahkan, berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi ke dalam empat golongan. Yaitu beras ketan yang sangat pulen (kadar amilosa sekitar 1-2 persen), beras pulen (kadar amilosa 7-20 persen), beras sedang (kadar amilosa 20-25 persen) dan beras pera (kadar amilosa lebih dari 25 persen). Menurut dia, masyarakat Indonesia tampaknya lebih memilih beras yang mengarah ke pulen. Hal yang sama juga disukai masyarakat Jepang dan Cina. Sebaliknya, orang India justru lebih memilih beras pera.
Enak Belum tentu bergizi
Lalu bagaimana sebenarnya beras yang berkualitas itu? Menurut Yadi, berbicara mutu beras, tidaklah mudah, karena ada berbagai aspek mutu. ”Ada mutu komersial, cooking quality, eating quality, dan mutu gizi.” Mutu komersial, kata dia, lebih mementingkan keadaan fisik butir beras seperti persen beras kepala, persen beras patah, derajat sosoh, persen beras berkapur, persen beras kuning, persen benda asing. Yadi menambahkan, beras dapat dikategorikan bermutu tinggi bila tidak berbau apek, tidak berserangga, tidak kotor, dan kadar airnya sekitar 14 persen.
Kualitas beras juga ditentukan lamanya masa penyimpanan. Ia mengungkapkan, semakin lama beras disimpan, apalagi dalam kondisi penyimpanan yang tidak memenuhi syarat, maka mutunya akan turun. Beras yang lama disimpan kadar airnya akan meningkat dan menghasilkan bau apek karena serangan kapang.
Selain itu, sering pula beras yang disimpan diserang serangga dari genus Sitophilus (kutu beras). Menurut Yadi, serangan kutu dan kapang akan sangat berpengaruh pada keamanan pangan. Pasalnya, metabolit kapang dan metabolit serangga ada yang berbahaya bagi kesehatan manusia. ”Malah ada metabolit serangga yang ditengarai dapat memicu kanker,” imbuhnya.
Mutu beras juga akan sangat ditentukan cooking quality. Kriteria ini antara lain penyerapan air, pengembangan volume, resistensi terhadap disintegrasi, dan perpanjangan butir nasi.
Sedangkan, keempukan, kepulenan, dan kelengketan merupakan kriteria eating quality. Sedangkan mutu gizi lebih menekankan pada kandungan gizi yang berguna bagi kesehatan seperti kadar protein, kadar lemak, kadar asam amino esensial, kadar vitamin, dan kadar mineral. Yadi menegaskan, beras yang secara komersial bermutu tinggi belum tentu bermutu tinggi secara gizi.
Menurut Yadi, dari segi gizi, beras sosoh yang setiap hari kita konsumsi kalah jauh dibandingkan dengan beras pecah kulit (beras PK). Beras PK adalah beras yang masih mempunyai kulit luar. Beras PK diperoleh dari butir gabah yang dikelupas sekamnya. Di pabrik atau penggilingan padi biasanya digunakan rice huller atau rice husker untuk memperoleh beras PK. Alat yang digunakan biasanya terdiri atas dua rol dengan permukaan karet yang berputar berlawanan arah dengan kecepatan berbeda.
Seperti disebutkan di muka, beras yang enak belum tentu bergizi. Sebaliknya beras yang tidak enak seperti beras PK, sangat bergizi. Oleh karena itu sebaiknya beras PK ditepungkan, kemudian dijadikan makanan lain seperti kue.
Pencucian tak selalu berpengaruh
Menurut Yadi, ibu-ibu biasanya mencuci beras sampai air beras cuciannya tidak putih lagi. Namun ada pendapat, cara ini dapat mengikis zat gizi pada beras.
Benarkah kandungan gizi beras tergantung pada cara pencuciannya? Dalam hal ini, Yadi tak sependapat. Menurutnya, kandungan gizi nasi tidak selalu bergantung pada cara mencuci, tetapi pada bahan berasnya. Beras sosoh penuh kandungan gizinya lebih rendah dari beras tidak sosoh penuh. Akibatnya, kandungan gizinya lebih rendah dari kandungan gizi beras PK. Intinya, setiap varietas pada tentu memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda.
Basmati Rice
Anda pecinta masakan Italia bernama Risotto atau Nasi Briyani dari India? Masakan tersebut berbahan dasar beras khusus, yaitu Basmati. Menurut Yadi, beras Basmati adalah sejenis beras yang dihasilkan di India dan Pakistan. Padi tersebut ditaman di kaki pegunungan Himalaya dan sudah dibudidayakan sejak ribuan tahun yang lalu.
”Salju Himalaya yang akhirnya mencair mengalir ke sungai-sungai di India (khususnya Negara Bagian Punjab) dan Pakistan menghasilkan padi yang sangat istimewa,” tuturnya.
Dalam bahasa Hindi, Basmati berarti wangi atau harum. Bentuk butirnya panjang. Karena keharumannya beras basmati terkenal di seluruh dunia dan orang ingin menanamnya, karena harganya sangat mahal.
Saat ini, lanjut Yadi, Cina justru diperkirakan menjadi produsen terbesar beras Basmati. Bahkan, kini ada perusahaan di Amerika Serikat yang mendapat hak paten untuk memproduksi beras Basmati. Ekspor beras Basmati India dan Pakistan terancam.
Source
http://ginan.wordpress.com/2006/03/03/aneka-ragam-beras/

0 komentar: